Padi
organik SRI
Cara bertani seksama dan alami (
CBSa )
“Sesungguhnya Allah tidak
akan merubah keadaan (nasib) satu kaum hingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri” (
Al-Qur’an : AR RA’D ayat 11 )
I. BUDIDAYA PADI METODA SRI
SRI ( System of Rice Intensification ) adalah
cara budidaya padi yang pada awalnya diteliti dan dikembangkan sejak 20 tahun
yang lalu di Pulau Madagaskar dimana
kondisi dan keadaannya tidak jauh
berbeda dengan Indonesia. Karena kondisi lahan pertanian yang terus menurun
kesuburannya, kelangkaan dan harga pupuk kimia yang terus melambung serta
suplai air yang terus berkurang dari waktu ke waktu, maka dikembangkanlah metoda SRI
untuk meningkatkan hasil produksi
padi petani Madagaskar pada saat itu, dengan
hasil yang sangat mengagumk`n. Saat ini SRI
telah berkembang di banyak negara penghasil beras seperti di Thailand,
Philipina, India, China, Kamboja, Laos, Srilanka, Peru, Cuba, Brazil, Vietnam
dan banyak negara maju lainnya. Melalui presentasinya Prof. Norman Uphoff dari universitas Cornell, USA, pada tahun 1997
di Bogor, SRI diperkenalkan di
Indonesia. Dan sejak tahun 2003 penerapan dilapangan oleh para petani kita di
Sukabumi, Garut, Sumedang, Tasikmalaya dan daerah lainnya memberikan lonjakan hasil
panen yang luar biasa.
Cara budidaya SRI sebenarnya tidak asing bagi para
petani kita, karena sebagian besar prosesnya sudah dipahami dan biasa dilakukan
petani. Metoda SRI ini dinamakan bersawah organik dan menghasilkan padi/beras organik karena mulai dari
pengolahan lahan, pemupukan hingga penanggulangan serangan hama sama-sekali tidak menggunakan bahan-bahan kimia .
Metoda SRI seluruhnya menggunakan bahan organik disekitar kita ( petani ) yang
ramah lingkungan, dan bersahabat dengan alam serta mahluk hidup di lingkungan
persawahan. Dari hasil penelitian dan percobaan oleh para ahli selama
bertahun-tahun di berbagai negara menunjukan
bahwa hasil yang diperoleh dengan metoda SRI
sangat tinggi jika sepenuhnya tidak memakai bahan-bahan sintetis( kimia/anorganik)
baik untuk pupuk maupun untuk pembasmi hama dan penyakit padi.
Prinsip dasar budidaya
padi organik SRI terdiri dari
beberapa kegiatan kunci dan
prosesnya mutlak harus dilakukan agar hasil yang dicapai petani optimal.
1. Proses Pembibitan.
2. Proses Pengolahan Lahan.
3. Proses Penanaman Bibit Padi.
4. Proses Pemeliharaan.
5. Proses Pemupukan.
6. Proses Pengendalian Hama.
1.Proses Pembibitan.
Tahapan proses pembibitan dimulai dari
proses pemilihan ( seleksi ) bibit padi serta penyemaian sebagai mana uraian
berikut:
a.
Siapkan air tawar dalam ember secukupnya lalu masukkan
sebutir telur ayam/bebek, kemudian secara perlahan-lahan masukan garam dapur
sambil diaduk-aduk dengan hati-hati sehingga telur yang semula tenggelam
akhirnya terapung. Artinya air tersebut sudah siap dipakai untuk seleksi bibit
padi.
b.
Masukan bibit padi ke
dalam ember yang berisi air+garam tadi. Bibit padi yang tenggelam itu bibit
padi yang baik sedangkan yang terapung/melayang adalah bibit padi yang jelek.
Ambil bibit padi yang baik tersebut lalu dicuci dengan air bersih
beberapa kali, kemudian direndam 2 hari lalu diperam dengan kain basah selama 1-2
malam hingga muncul lembaga bintil putihnya untuk disemai esok harinya. Satu
hektar sawah diperlukan lebih-kurang 5 Kg bibit yang baik.
c.
Buatlah adukan tanah sawah + kompos/pupuk kandang dengan perbandingan
1:1 setelah merata masukan adukan tanah
+ kompos tadi ke dalam besek (pipiti) atau gedebog pisang atau fasilitas tempat
lain yang praktis setinggi 4 cm ( ¾ tinggi pipiti) yang alasnya telah dilapisi
plastik atau dedaunan atau di petak sawah langsung yang telah dilapisi plastik.
Direkomendasikan adukan ditambah sekam padi yang sudah lapuk 50% untuk penyubur
dan memudahkan penarikan benih padi muda satu per satu ketika penanaman.
d.
Sirami tanah + kompos
dalam pipiti atau gedebog pisang tadi agar lembab sebelum ditebar bibit padi
yang sudah didiamkan selama 2 malam hingga keluar kecambah.Jumlah tebaran bibit
padi per pipiti berkisar 200-250 butir. Tutupi tebaran tersebut dengan lapisan tipis
adukan tanah+kompos dan potongan jerami, kemudian disirami sedikit agar
persemaian tetap lembab.
e.
Selama persemaian dianjurkan malam hari diberi penerangan
lampu pijar 75W dengan jarak lampu ke persemaiain 1-2 meter dan bebas dari
gangguan hewan. Untuk menjaga kelembabannya, persemaian disirami setiap harinya
dengan campuran larutan air dan mol dengan perbandingan 30 : 1.
f. :
Setelah persemaian
berumur antara 7-10 hari (sejak dari hari pertama persemaian) bibit padi akan berdaun dua helai dan bibit padi sudah harus ditanam pada petak sawah.
Inilah perbedaan pertama cara penanaman metoda SRI dengan cara konvensional.
2.Proses Pengolahan Lahan.
a.
Kondisi lahan sawah kita umumnya sudah miskin bahan
organik dan banyak residu pupuk kimia serta pestisida kimia, sehingga lahan
miskin unsur hara dan agregatnya sangat kuat. Karena itu perlu dimasukkan
bahan-bahan organik minimal sama volume dan bobotnya dengan yang keluar dari
sawah ( jerami dan padi ) atau setara 7-10 ton kompos/Ha. Jerami dan sekam harus dimasukkan kembali ke
sawah setelah dilakukan fermentasi ( pengomposan ) terlebih dahulu. Untuk
mempercepat proses fermentasi/pengomposan, jerami ditumpuk berlapis-lapis dan
diberikan kotoran hewan ( kohen ) dan hijauan sekitar seperti ki rinyu dsb serta
mikroba ( dalam bentuk cairan atau
kompos mikroba ). Setiap lapisan jerami tebalnya 10-20 cm lalu ditaburi kohe
atau mikroba , kemudian disiram hingga basah sebelum ditumpuk lapisan jerami
berikutnya. Tumpukan jerami ditutup
dengan plastik atau bahan bahan lain agar tidak terlalu basah oleh air hujan
atau kekeringan oleh teriknya sinar matahari. Setelah 4 pekan atau lebih, fermentasi
jerami selesai menjadi kompos dasar.
Ketika petak sawah akan dibajak, sebarkan 50% kompos dasar merata ke seluruh
petak sawah dan separuhnya lagi disebarkan waktu perataan tanah. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal maka selain kompos dasar tersebut diperlukan tambahan kompos mikroba yang
volume atau beratnya sebanding
dengan gabah yang dihasilkan
sebelumnya. Genangi petak sawah beberapa hari lalu dibajak dengan kedalaman 30-40 cm. Semakin dalam pengolahan
lahan semakin baik karena akar padi yang sehat dapat mencapai kedalaman 60 cm. Panjang malai padi akan sebanding dengan kedalaman (
panjang akar ) padi.
b.
Buatlah parit
kecil sekeliling dalam dari petak sawah dan melintang di tengah sawah.
Parit ini fungsinya untuk pengendalian air (drainase) dalam petak sawah. Lebar
parit 20 cm dan kedalamannya tidak kurang dari 30 cm. Untuk mendapatkan sistem
aerasi yang baik dan hasil yang optimal,airi petak sawah 2 hari sekali hanya
hingga macak-macak agar mikroba dapat
berfungsi maksimal karena memperoleh udara (oksigen) yang cukup. Pembuatan parit sebaiknya dilakukan dalam
keadaan tanah yang tidak berair dan agak kering agar pembentukannya mudah serta
tidak turun ( longsor ) lagi.
c.
Setelah permukaan petak sawah rata dan dibuat
selokan-selokan, dalam kondisi petak sawah macak-macak, lalu dibuat garutan
untuk jarak penanaman bibit padi. Hentikan pemasukan air ke petak sawah, demikian pula
hentikan pengeluaran air dari petak sawah. Jika hal ini sulit dilakukan karena
georafi lokasi petak sawah atau karena sistem pengairan berjenjang lakukanlah
usaha sedemikian rupa hingga petak sawah tidak
sampai tergenang air karena walaupun butuh
air tapi padi bukan tanaman air.
3.Proses
Penanaman Bibit Padi.
a.
Pada saat penanaman bibit padi ke petak sawah, kondisi
petak sawah tidak boleh tergenang tetapi hanya macak-macak saja. Lama jarak waktu dari pencabutan bibit padi dari
persemaian hingga ke penanaman di petak sawah tidak boleh melebihi 15 menit. Penundaan penanaman lebih dari 15
menit dapat menurunkan kemampuan pertumbuhan anakan rumpun padi.
b.
Gunakan hanya satu
bibit padi per posisi tanam, penanaman bibit padi sangat dangkal, hampir tidak dibenamkan sama sekali, hanya sedalam
0,5-1,0 cm saja. Posisi akar bibit padi sejajar dengan permukaan tanah sehingga batang bibit padi dan
akarnya berbentuk huruf ’L’. Kalau
penanaman bibit padi dibenamkan batang dan akar akan membentuk huruf ’J’ sehingga akan mengurangi kemampuan
bibit padi untuk tumbuh, berkembang dan memiliki akar yang banyak serta kuat. Ini adalah hal
yang kedua yang membedakan bertani cara ’SRI’ dengan cara tradisional .
c.
Selain cara persemaian dan penanaman tersebut, petani
dapat menggunakan cara tanam benih
langsung ( tabela ). Proses seleksi benih tetap sama, dan benih didiamkan
selama 2 ( dua ) hari hingga keluar kecambah. Kemudian benih tersebut ditanam tunggal dengan jarak tanam tidak
boleh kurang dari 35 cm. Sisakan bibit padi sekitar 2 % dari kebutuhan seluruh
bibit padi yang ditanam sebagai tanaman cadangan dan disemai dipinggir petak
sawah. Dari berbagai pengalaman di lapangan, bibit yang mati karena berbagai
sebab tidak akan melebihi angka 2 %.
d. Untuk menekan
pertumbuhan gulma,setelah penanaman, sawah agak direndam sedikit diatas macak-macak ( 1 – 2 cm diatas
pangkal batang padi ) selama 10 hari. Setelah 10 hari lalu di keringkan kembali
ke keadaan macak-macak,taburlah kompos mikroba merata per 2 baris tanaman padi
lalu dibuat kamalir setiap 2 baris tanaman dengan maksud agar semua rumpun
tanaman padi mendapat posisi pinggir kamalir (parit).
4.Proses Pemeliharaan.
a.
Selama bertani padi
secara ’SRI’ kondisi tanah petak
sawah hanya lembab dan macak-macak hingga 2 pekan sebelum panen baru
benar-benar di keringkan sama sekali.
b.
Bila bibit yang ditanam ada yang rusak atau kurang baik
pertumbuhannya dalam 10 hari pertama setelah penanaman, lakukanlah penyulaman.
Penyulaman harus dilakukan hati-hati jangan sampai ada akar yang rusak,
prosedur dan caranya sama seperti penanaman awal bibit padi, dangkal saja dan
jangan terlalu dalam.
c.
Cara bersawah ’SRI’
sangat hemat pemakaian air (berkurang kebutuhan air lebih dari 50%). Air dijaga
hanya ada di dalam parit sekitar dan tengah sawah saja.
d.
Penyiangan (ngarambet)
sangat penting dilakukan dalam metoda ’SRI’
karena produksi gabah akan berkurang
1-2 ton untuk setiap kali kelalaian penyiangan. Penyiangan dilakukan setiap 2 pekan sekali. Penyiangan pertama harus dilakukan 10 hari setelah
bibit padi ditanam. Tujuan utama penyiangan adalah untuk meningkatkan aerasi
udara bagi tanah sawah sehingga terjadi suplai udara (oksigen) yang cukup
memadai ke dalam tanah, tanah akan lebih subur, dan gas-gas beracun di dalam
tanah bisa keluar, sehingga tanah akan lebih gembur. Gulma pengganggu tanaman
padi dicabut dan kemudian dibenamkan saja kedalam tanah. Penyiangan dilakukan
dengan menggunakan alat penyiang yang didorong
berputar, sekaligus menggali dan mengaduk tanah.
5. Proses Pemupukan.
Penerapan pemakaian
yang tinggi dari pupuk, pestisida dan insektisida kimia pada lahan sawah untuk
pertanian padi selama ini yang tidak terkendali sudah memberikan dampak sangat
negatip pada kesuburan lahan sawah kita. Baik secara struktur phisik tanah
maupun secara bio-organisme tanah, tanah sawah kita kebanyakan mengalami
tingkat kerusakan yang tinggi. Hal
ini diperlihatkan dengan terus menurunnya hasil panen padi per musim tanam dan
seringnya terjadi serangan hama & penyakit yang luas dan dalam waktu yang
singkat. Karena itu pada tahap awal kondisi
sawah harus direhabilitasi agar memperoleh hasil yang optimal. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal diperlukan bahan organik setidaknya 8-10 ton/Ha
serta pupuk kompos organik 2-3 ton /Ha. Bahan organik terbesar ( 8-10 ton/Ha)
diharapkan dapat dibuat sendiri oleh petani dengan memanfaatkan jerami (sisa
panen) dan bahan organik yang bisa diperoleh disekitar sawah mereka ( lihat
Proses Pengolahan Lahan ). Jika hal tersebut sudah dilakukan (terpenuhi),
sebenarnya tidak diperlukan pemupukan lagi dalam sistem ”SRI”, namun karena kebiasaan
petani melakukan pemupukan lebih dari sekali maka dapat digunakan pupuk organik
cair sebagai pelengkap dengan cara
disemprotkan.
6.Proses Pengendalian Hama & Penyakit.
Cara bertani padi
secara ”SRI”, selain untuk
meningkatkan produkri padi dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang ramah
lingkungan, relatif murah, mudah diperolehnya, juga untuk memperbaiki struktur
maupun kondisi lahan persawahan secara berkesinambungan. Artinya dengan ber-”SRI” kita bukan saja dapat
mempertahankan tingkat produktivitas padi yang tinggi tetapi juga meningkatkan
struktur dan kondisi lahan sawah serta membaiknya lingkungan hidup biotik di persawahan. Itulah sebabnya dari data
para petani di Sumedang, Tasikmalaya,
Sukabumi dll melaporkan adanya peningkatan produktivitas bertani padi secara “SRI”dari musim tanam ke musim tanam
berikutnya. Dengan semakin membaiknya sistem lingkungan hidup biotik tadi
berarti semakin dapat ditekan resiko kerusakan akibat serangan hama dan
penyakit karena setiap hama padi akan muncul musuh alaminya (MA).
Metoda ”SRI” yang diterapkan adalah menggunakan
bahan-bahan organik seluruhnya dan tidak
menganjurkan sama sekali pemakaian pupuk maupun obat-obatan kimia.
Pemakaian air yang sangan minim ( 50% )
dari pada cara konvensional akan dapat menekan berkembang biaknya keong emas karena secara praktis sawah
tidak pernah tergenang air, pangkal batang padi tidak pernah terendam air,
kondisi sawah hanya lembab dan
macak-macak saja. Kalau masih terdapat serangan hama keong emas yang cukup
banyak, itu mengindikasikan masih ada genangan air, itu berarti belum
menerapkan ”SRI” sepenuhnya.
Tikus salah satu hama
yang sangat dikhawatirkan para petani selama ini karena serangannya sangat
cepat dengan jumlah kerusakan yang sangat luas. Batang padi metoda ”SRI” relatif lebih besar dan lebih
keras sehingga kurang disenangi hama tikus. Hama siklus tikus sebenarnya hanya
9 bulan setelah itu ia akan mati, namun setelah usia kurang dari 4 bulan hama
ini sudah dapat berkembang biak. Itulah sebabnya hama tikus ini sangat cepat
bertambah populasinya. Hama tikus tidak menyukai bau yang menyengat seperti bau
jengkol dan rasa yang pahit seperti brotowali, sehingga secara mandiri para
petani dapat membuat sendiri ramuan pengusir tikus lalu disemprotkan ke tanaman
padi. Cara ini selain sangat murah dan praktis, juga ramah lingkungan karena
ramuan tadi tidak membunuh musuh alami dari hama yang lain.
Hama capung dan burung dapat diatasi dengan
memperbanyak ajir/tonggak yang dipancangkan di sawah. Sifat hama ini sangat
menyenangi sesuatu yang bersifat menjulur/tegak/muncul, untuk ia bertengger. Pancangkanlah
ajir dari bambu atau kayu sebanyak mungkin di sawah untuk menekan kerugian
akibat hama ini.
Untuk hama wereng, jika ada indikasi serangan
taburkan abu bekas pembakaran terutama pada telur dari hama ini. Dari
pengalaman, penaburan abu ini akan lebih efektif pada saat telur wereng telah
menetas.
II. ”SRI” DAN MASA DEPAN PETANI.
Dari berbagai informasi
dan laporan yang kami dapatkan tentang penerapan penanaman padi organik ”SRI” baik di negara-negara lain maupun
di Indonesia, saat ini telah terjadi lonjakan hasil produksi yang cukup fantastis.
Di Jabar, petani belum menerapkan prinsip-prinsip secara utuh ( karena berbagai
faktor budaya, kebiasaan dan non teknis lainnya ) namun demikian dari data
produktivitas rata-rata hasil produksi sudah ada peningkatan 50 % sampai 300 %.
Sedangkan di negara lain terutama di Madagaskar, peningkatan produksi mereka
sudah mencapai 500 %, dari semula rata-rata
2,6 ton/ha, saat ini sudah ada yang
mencapai 21 ton/ha.
Banyak pihak mengakui
bahwa lahan-lahan sawah di Jabar paling subur dibandingkan lahan di daerah
lainnyadi Indonesia,apalagi dibandingkan dgn negara lain. Dengan potensi lahan tersebut
bila metoda ”SRI” dapat diterapkan secara utuh produksi padi di Jabar
diprediksi dapat mencapai rata-rata 30
ton/ha. Bila hal itu dapat dicapai, selain dapat meningkatkan kesejahteraan
para petani, juga akan ikut meningkatkan harkat, martabat bangsa. Dan peran Jabar tidak saja sebagai lumbung padi
nasional, tetapi tidak mustahil menjadi
satu-satunya propinsi yang dapat mengekport
beras pada tahun 2010.
Harus diakui bahwa untuk mencapai kemajuan itu tidak mudah, para
petani di Jabar termasuk yang paling sulit menerapkan konsep padi ”SRI”. Hal-hal yang menjadi penyebabnya
antara lain:
1.
Petani umumnya enggan untuk melaksanakan hal-hal yang
baru mereka ketahui, termasuk metoda penanaman padi organik ”SRI”. Selain itu mereka
merasa belum yakin dan ingin melihat contoh terlebih dahulu.
2.
Ada semacam fanatisme di petani untuk selalu menggunakan
pupuk maupun obat-obatan kimia atau ”anorganic syndrom”, dan sudah
termanjakan dengan cara-cara pengolahan praktis serta biaya pupuk & pestisida
yang boleh dipinjam sampai panen.
3.
Petani-petani yang mengolah sawah saat ini sebagian besar
tidak memiliki sawah sendiri, mereka umumnya penggarap saja. Mereka menganggap
cara baru beresiko, mereka sudah puas dan menerima saja hasil yang dicapai
sekarang sebagai kodrat/nasib mereka.
4.
Masih ada anggapan masyarakat petani yang memandang
penanaman padi hanya sebagai kegiatan tradisional petani untuk memenuhi
kebutuhan makan keluarga saja. Karena kenyataannya selama ini kegiatan
penanaman padi tidak memberikan keuntungan yang memadai. Kalau saat ini petani
masih melaksanakan penanaman padi, itu semata-mata agar mereka tidak perlu
membeli beras dan juga mereka tidak memiliki kegiatan yang lain.
Sesungguhnya keengganan
petani tadi untuk menerapkan metoda ”SRI”
dalam bercocok tanam padi sangatlah disayangkan, mengingat metoda tersebut
telah terbukti memberikan peningkatan produksi padi petani dan sekaligus
pendapatan mereka. Sebagai ilustrasi kami sajikan simulasi perhitungan usaha pola bersawah ”SRI”
untuk beberapa alternatif hasil produksi.
Analisa produksinya dapat digambarkan sebagai berikut :
Untuk produksi 6 ton
per gabah kering pungut ( GKP ) per Ha, maka produksi malai per rumpun adalah :
6 ton GKP = 6000 Kg GKP =100.000 rumpun.(jarak tanam 30
Cm).
6 Kg GKP = 100 rumpun.
60 g GKP = 1 rumpun =
(60/25) x (1000/200)/0,7 = 18 malai, jadi 1 rumpun = 20 malai
Untuk produksi 12 ton GKP
per Ha, produksi malai per rumpun = 40 malai.
Untuk produksi 18 ton GKP
per Ha, produksi malai per rumpun = 80 malai.
Analisa Target
Pendapatan Petani Sri/Ha :
GKP = Gabah Kering Pungut
GKG = Gabah Kering Giling
Konversi GKG : GKP
= 0,80 : 1
Beras : GKG
= 0,65 : 1 (Konvensional/Non SRI)
0,70
: 1 (SRI)
Harga : GKG
Konvensional = Rp 2.000,-Kg
GKG SRI =
Rp 2.500,-/Kg
Beras SRI
Organik = Rp 7.000,-/Kg
Penjualan untuk 6 ton
GKP
Pemasukkan :
0,80 x 0,70 x 6.000 x
Rp 7.000,- = Rp 23.520.000,-
Pengeluaran :
Benih 5 kg = Rp
40.000,-
Kompos mikroba 7 ton = Rp 2.800.000,-
Mikroba 1.200lt = Rp
200.000,-
Pestisida hayati (
organik ) 200 lt = Rp 200.000,-
Traktor ( pengholahan
lahan ) = Rp 1.000.000,-
Biaya penanaman (
tandur ) = Rp 360.000,-
Biaya pengolahan&penyiangan = Rp 1.200.000,-
Biaya supervisi = Rp 600.000,-
Biaya inspeksi =
Rp 600.000,-
Biaya pemanenan =
Rp 600.000,-
Biaya pengeringan
padi = Rp 450.000,-
Biaya penggilingan
padi = Rp
1.500.000,-
Biaya Karung
= Rp 300.000,-
Biaya pengangkutan ke
penggilingan = Rp 50.000,-
&nbrp;
Total Biaya operasional = Rp 9.900.000,-
Penghasilan bersih/Ha
Rp 23.520.000,- - Rp 9.900.000,-
= Rp 13.620. 000,-/panen
a)
Jika hasil panen 6
ton dan penggarapan sawah tersebut dengan sisterm bagi hasil antara pemilik
dan penggarap maka pendapatan masing-masing pemilik dan petani penggarap
sebagai berikut :
Panen 2 x
setahun :
Hasil panen 6 bulan Rp 13.620.000,-
maka rata-rata penghasilan tiap bulannya adalah Rp 13.620.000,-: 6 = Rp 2.270.000,-
Dengan demikian penghasilan pemilik dan penggarap adalah Rp 2.270.000,- =
Rp 1.135.000,-/bulan.
2
b)
Jika hasil panen 12
ton GKP dan penggarapan sawah tersebut dengan sistem bagi hasil antara
pemilik dan penggarap maka pendapatan masing-masing pemilik dan petani
penggarap sebagai berikut :
Panen 2 x setahun :
Hasil panen 6 bulan :
0,80 x 0,70 x 12.000 Kg x Rp 7.000,- = Rp 47.040.000,- dikurangi biaya
operasional Rp 12.100.000,- = Rp 34.940.000,- maka rata-rata penghasilan tiap
bulannya adalah Rp 34.940.000,-: 6 = Rp 5.823.300,- Dengan demikian penghasilan
pemilik dan penggarap adalah = Rp 2.911.650,-/bln.
Catatan :
(1)
Dari simulasi perhitungan tersebut bisa memberikan
gambaran kepada kita bahwa usaha pertanian padi bisa memberikan penghasilan
cukup bagus baik bagi pemilik, penggarap, apalagi bagi petani yang memiliki
sawah dan menggarapnya sendiri.
(2)
Hasil panen sebesar 6 ton/Ha dalam satu kali panen
merupakan hasil awal dan akan terus meningkat selama petani/penggarap disiplin
dalam menerapkan sesuai dengan petunjuk metoda penanaman padi ”SRI”.
Dengan kesuburan lahan yang sangat luar biasa, di wilayah Jawa Barat (
khususnya di Priangan ) hasil produksi padi diprediksi dapat mencapai 30 ton/ha ! .Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Depatemen Pertanian produksi padi nasional rata-rata
hanya 3,7 ton/ha.
(3)
Petani penggarap dapat memperoleh penghasilan tambahan
dari upah kerja yang telah dialokasikan, jika petani tersebut mengerjakan serta
ikut bekerja menggarap sawah tersebut. Selain itu petani dapat memperoleh hasil
tambahan jika ia rajin menanam palawija di sekitar pematang sawah.
(4)
Penanaman padi dengan metoda ”SRI” memiliki manfaat dan keunggulan lain, yaitu :
·
Ramah lingkungan.
·
Beras lebih pulen dan tidak cepat basi.
·
Harga jual lebih mahal dari beras konvensional
(anorganik).
III.
PENGEMBANGAN BUDI DAYA PADI ORGANIK ”SRI”
Meskipun padi organik ”SRI” ini
merupakan solusi dan masa depan bagi petani, baik petani yang memiliki sawah
dan menggarap sendiri atau pemilik sawah dengan petani penggarapnya, tetapi
kami menyadari bahwa untuk mengembangkannya tidak mudah. Cukup banyak kendala
serta tantangan, baik dari sisi para petani maupun masih kurangnya perhatian
dan dukungan pemerintah. Dari sisi petani, selain pemahaman konsep, kultur,
kemauan, motivasi serta kerja keras petani yang tidak sama, juga sistem bisnis
atau tata niaga baik pada pupuk-pestisida kimia maupun padi atau beras yang
sudah berjalan bertahun-tahun menjadi kendala tersendiri. Diperkirakan metoda ”SRI” ini akan memporak porandakan
kemapanan sistem bisnis dan tata niaga pupuk dan pestisida kimia, sehingga
tidak menutup kemungkinan akan ada pihak-pihak yang merasa terganggu kemapanan
bisinisnya oleh metoda ”SRI” ini.
Bagaimanapun perubahan harus
dilakukan untuk masa depan bangsa ini, dan dengan niat yang tulus untuk
membantu nasib para petani, pemilik sawah serta masa depan pertanian serta bangsa kita agar tidak terus menerus hanya
bisa mengimpor beras saja, kami akan terus mengsosialisasikan metoda SRI kepada
para petani dan pemilik sawah. Karena di dunia saat ini ”SRI” sudah berkembang pesat, kami tidak ingin petani dan bangsa
ini semakin tertinggal dan bergantung pada bangsa lain dalam hal pengadaan
pangannya. Padahal kita memiliki potensi lahan yang lebih subur dibanding negara
manapun. Prinsip kami, petani harus
sejahtera dan mandiri. Petani harus menjadi contoh bagi komponen masyarakat
lainnya dalam hal kerja keras serta kemandirian.
Kondisi para petani saat ini, mereka umumnya belum mandiri, baik dari sisi
permodalan maupun menentukan harga jualnya. Kami mengetahui bahwa saat ini
hampir semua petani membeli secara kredit seluruh kebutuhan saprotan (sarana
produksi pertanian), baik dari KUD, agen pupuk atau bandar padi ( tengkulak ).
Dengan pemberian full kredit
tersebut secara tidak sadar telah menjerumuskan petani pada sikap yang manja,
keenakan dan akhirnya menjadi kebiasaan. Tidak sedikit petani yang
terjebak pada kondisi tersebut, akibatnya
jika hasil panen baikpun petani akan terus membeli secara kredit, mereka tetap
tidak mau membayar kontan. Keuntungan yang didapat digunakan untuk kebutuhan
konsumtif, sementara bila hasil panen jelek tidak mustahil petani malahan
memiliki sisa utang.
Untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian, diperlukan pengorbanan waktu,
biaya dan siap bekerja keras. Petani tidak boleh lagi ingin untung tapi enteng dan berharap hasil
panen akan baik tanpa upaya yang maksimal. Untuk membantu petani mencapai
tujuan tersebut kami memiliki program pengembangan padi organik dengan metoda ”SRI” sebagai berikut:
(1) Penyediaan pupuk organik,
mikroba (starter) serta pestisida organik
(2) Bimbingan dan
pendampingan teknis langsung kepada petani
(3) Jika petani
mengalami kesulitan penjualan, kami dapat membantu mencarikan pembeli hasil
produksi padi organik ”SRI” dengan
harga yang pantas sesua varietas padi yang diminati pasar.
IV.SYARAT
DAN KUNCI KEBERHASILAN METODA SRI
Meskipun bersawah secara ”SRI” tidak memerlukan air yang banyak dan
kontinyu bahkan dapat menghemat pemakaian air 50% dari pemakaian air bersawah
secara tradisional, namun jaminan ketersediaan air setiap saat mutlak
diperlukan karena mikro organisme yang diinvestasikan pada lahan sawah
memerlukan kondisi tanah yang selalu harus lembab sehingga dapat berperan dan
berfungsi maksimal dalam menguraikan senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih
sederhana untuk dapat diserap oleh bulu-bulu akar padi. Peran survey awal
pemilihan lokasi sawah menjadi hal yang sangat strategis dalam hal keberhasilan
metoda ”SRI” ini. Hampir semua hama dan penyakit padi yang ada dapat dicegah
dan ditanggulangi secara organik ( MOL & POL ), namun ketidak tersediaan
air yang memadai belum ada cara yang dapat menggantikan peran air apalagi
membuatnya secara artifisial. Agar program atau rencana ”SRI” berhasil secara
agrobisnis maka perlu dipilih lokasi sawah yang tersedia air irigasinya paling
tidak untuk 2 kali musim tanam, tidak terkena limbah industri serta dekat
dengan akses infrastruktur jalan kendaraan roda empat.
Dari gambaran analisa pendapatan dan produksi, penanaman padi organik ”SRI” betul-betul merupakan harapan dan
masa depan petani. Secara bisnis, usaha tersebut bisa memberikan keuntungan,
baik bagi pemiliki maupun penggarap. Apalagi bagi petani yang memiliki dan
menggarap sawahnya sendiri. Syaratnya, petani terlebih dahulu harus memahami
secara mendalam metoda ”SRI”,
bersedia bekerja keras dan scara konsisten menerapkan metoda tersebut dalam
budi daya padi. Dalam kondisi kehidupan masyarakat yang terpuruk khususnya
masyarakat tani saat ini, masih ada secercah harapan akan masa depan petani
kita.
Metoda ”SRI” bukan sesuatu yang
istimewa apalagi aneh walaupun bisa menghasilkan padi sangat luar biasa, 2
sampai 4 kali dari hasil yang dicapai petani kita saat ini. Bukan pula klenik karena semua dikerjakan secara logis dan alami.
Metoda ”SRI” diperoleh melalui proses
penelitian yang memakan waktu puluhan tahun, jadi sangat rasional dan bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Misalnya saja, mengapa harus menggunakan
pupuk kompos organik, mengapa jarak tanam harus diatas 25 cm, penanaman harus
tunggal, dan lain-lainnya, semua bisa dijelaskan dan bisa diterima dengan nalar
kita. Sementara petani kita saat ini umumnya menanam padi tanpa berfikir
apa-apa, hanya melanjutkan kebiasaan cara penanaman sebagaimana pendahulunya.
Dan kalau boleh jujur, petani saat inipun sebenarnya tidak seutuhnya melanjutkan tradisi
leluhurnya, misalnya saja penanaman bibit tunggal dan pemberian bahan organik dalam
bentuk pupuk kandang dn memasukan kembali jerami ke dalam sawah, sebenarnya sudah dilakukan petani kita puluhan
tahun yang lalu. Justru petani kita saat ini tidak konsisten melanjutkan
tradisi leluhurnya sehingga hasil padi mereka dari tahun ketahun terus menurun.
Jadi, pada dasarnya metoda ”SRI” ini
sebenarnya melanjutkan kebiasaan leluhur kita dengan penyempurnaan lebih
lanjut, sesuai dengan hasil penelitian para ahli di luar Indonesia, yang bisa dimanfaatkan
untuk kepentingan petani kita. Kita
harus mengakui bahwa penelitian pertanian di Indonesia ini masih sangat lemah,
padahal negara kita jauh lebih subur dibandingkan dengan Madagaskar, tempat
penelitian ”SRI” pertama kali
dilakukan.
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal maka dalam mengimplementasikan metoda
SRI ada hal-hal teknis dan non teknis yang harus diketahui dan dipahami para
petani. Hal-hal teknis ada yang mutlak harus dilakukan, serta hal yang boleh
diubah sesuai dengan situasi kondisi. Hanya
saja bila perubahan itu dilakukan, meski
ada peniingkatan tetapi hasilnya tidak
seoptimal bila petunjuk-petunjuk ”SRI”
dilaksanakan seutuhnya. Sedangkan persyaratan non teknis yang mutlak harus mereka miliki diantaranya:
(1) Petani harus
memilki motivasi untuk maju dan berubah dengan tekad yang kuat dalam rangka
memperbaiki kehidupan dan kesejahteraannya.
(2) Petani bersedia bekerja keras karena dengan metoda ”SRI” akan membuat pekerjaan lebih banyak, serta harus ulet
sehingga tidak cepat putus asa bila mendapatkan tantangan dalam melaksanakan
kegiatan penanaman padinya.
(3) Petani harus mau untuk terus belajar, jangan miskin
pengetahuan dan informasi serta mau bertanya sana sini agar dapat menambah
pengetahuan dan wawasannya.
(4) Petani jangan
mudah tertarik serta terjebak dengan harga saprotan yang murah, persayaratan
pembayaran yang ringan tanpa memperhitungkan akibat-akibat yang lebih jauh baik
pada tanamannya maupun kemandiriannya.
(5) Petani tidak
boleh terkecoh dengan informasi yang menyatakan bahwa kompos bisa dicampur
dengan pupuk kimia, atau pupuk organik cair saja sudah cukup untuk menyuburkan
tanaman.
Kunci utama metoda ”SRI” terletak pada konsistensi petani
dalam melaksanakan aturan serta petunjuk yang telah digariskan, tetapi bila
kondisi tidak memungkinkan maka petani masih bisa mengubahnya. Untuk itu mereka
harus mengetahui hal-hal apa yang mutlak, yang bisa digantikan, serta yang sama sekali tidak diperbolehkan. Pupuk
dan pestisida sintetis (kimia) mutlak
tidak boleh digunakan, pupuk organik cair masih boleh tidak digunakan, tetapi pupuk organik kompos mutlak harus digunakan. Karena itu
petani SRI tidak boleh terkecoh, dengan informasi yang menyebutkan bahwa pupuk organik akan lebih baik bila
dicampur dengan pupuk kimia, atau pupuk organik cair saja sudah cukup tanpa
harus menggunakan kompos. Karena dari pengalaman terbukti tanaman akan sangat baik bila menggunakan
pupuk kompos organik tanpa unsur kimia sedikitpun seperti yang dianjurkan dalam
metoda ”SRI”.
Yang harus di waspadai, masyarakat kita yang latah dan gemar meniru
(menjiplak) tidak mustahil akan mendompleng sesuatu yang sedang populer atau
laku. Misalnya saja label organik yang ditawarkan untuk produk pupuk mungkin
saja benar, tetapi seberapa besar kandungan
mikrobanya sehingga memenuhi syarat untuk digunakan dengan hasil sesuai
harapan. Pada dasarnya pupuk organik kompos yang diberikan pada saat awal sudah
memadai asalkan jumlahnya cukup, tetapi
karena kebiasaan memberi pupuk lebih dari sekali, petani boleh menambahkan
pupuk organik cair sebagai pelengkap saja. Petani perlu mengetahui
mengapa pupuk organik kompos begitu mutlak harus digunakan, karena ada beberapa kebaikan pupuk organik kompos
yang tidak bisa tergantikan, diantaranya:
a) Memperbaiki struktur tanah
Tanah yang baik bagi
tanaman teksturnya harus remah, pori-porinya besar sehingga memudahkan proses
aerasi (keluar masuknya udara/gas di dalam tanah), serta mudah menyerap dan
menyimpan air. Kompos dan pupuk organik kompos memiliki tekstur seperti
itu.
b) Menyuburkan tanah
Tanah yang subur adalah
tanah yang mampu memberikan nutrisi dan hara bagi tanaman secara alami. Kompos
dan pupuk organik kompos adalah sumber makanan sekaligus media bagi untuk
berkembang biaknya Mikro Organisme (MO) yang akan mengurai bahan organik
menjadi nutrisi dan hara bagi tanaman. Selain itu kompos dan pupuk organik
kompos mampu menahan/menyimpan air dan nutrisi yang tidak digunakan. Dengan
demikian kompos dan pupuk organik kompos dapat dikatakan sebagai pabrik dan
bank nutrisi bagi tanaman.
c) Menambah volume tanah
Selama ini tanaman
menyerap makanan dari tanah dan pupuk kimia. Dapat kita bayangkan bahwa secara
perlahan-lahan volume tanah akan berkurang jika tidak pernah ditambah. Dengan
pemberian kompos serta pupuk organik kompos setiap penanaman, maka secara
perlahan volume tanah akan bertambah.
d) Menciptakan musuh alami bagi hama
Penggunaan pupuk
organik yang dikombinasikan dengan penggunaan pestisida alami akan menciptakan
lingkungan alami yang merangsang munculnya binatang-binatan sebagai Musuh Alami
(MA) bagi hama tanaman. Laba-laba, capung, urung adalah sebagian dari binatang
yang adapt berfungsi menjadi MA bagi hama.
V.
padi organik sri adalah cara bertani
seksama dan alami ( CBSa )
Buku petunjuk ini
disusun dengan tujuan untuk memberikan tuntunan lahir batin guna mencapai kesejahteraan
dan kemaslahatan dunia akhirat dengan lindungan
dan Ridlho Allah SWT. Selain petunjuk teknis yang telah diuraikan, ada beberapa
hal yang patut direnungkan oleh kita semua, termasuk para petani yaitu :
1)
Negara kita adalah negara agraris yang dikaruniai
kekayaan dan kesuburan luar biasa, tetapi kita masih harus mengimpor kebutuhan
perut, seperti beras, kedele, jagung, dll. Sementara kemiskinan , pengangguran serta keterpurukan
menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari.
2)
Berbagai musibah yang berasal dari alam terus menerus
menimpa bangsa ini, seakan-akan Allah ingin memberikan peringatan serta
menurunkan azab kepada kita, agar
menjadi sadar atas segala kesalahan dan kekurangan serta perilaku kita yang tidak mensyukuri karunia
yang telah diberikan kepada bangsa ini.
3)
Mayoritas bangsa ini hidup dari usaha tani dan notebene adalah kaum muslimin. Kehidupan mereka umumnya
masih jauh dari sejahtera baik lahir maupun batin, tidak sedikit orang masih
kelaparan di tengah orang-orang yang
kekenyangan.
Hal-hal
tersebut merupakan indikasi sekaligus bukti betapa ironisnya negeri ini , sebagai
akibat tidak mensyukuri karunia Allah yang telah memberikan alam yang
sedemikian kaya, tidak adanya
solidaritas sosial diantara sesama, bersikap dzolim terhadap alam dan sesama. Dalam
melaksanakan cara bertani kita telah keluar dari pakem nenek moyang kita
yang akrab dengan alam. Alam telah kita perlakukan hanya sebagai obyek dan
benda mati semata. Selama ini kita hanya mau
meminta tapi tidak pernah memberi, mengambil tapi tidak pernah mengembalikan, mengeksploitasi tapi tidak
pernah merehabilitasi. Rezeki yang kita dapatkan dari kegiatan usaha pertanian,
masih belum seluruhnya dikeluarkan untuk berzakat. Ada bagian yang seharusnya
untuk kaum miskin tidak kita keluarkan.
Dengan uraian
yang cukup lengkap ini, diharapkan petani dapat mengerti, memahami serta
melaksanakannya, baik hal-hal yang bersifat teknis maupun nilai-nilai keislaman
yang harus menjadi ciri petani SRI. Meskipun metoda SRI diyakini dapat
meningkatkan kesejah teraan dan kemandirian petani, hendaknya disertai dengan
tata cara pelaksanaan yang islami. Mulailah usaha tani kita dengan niat yang
tulus dan senantiasa memohon pada Allah agar usaha yang akan dilaksanakan
selalu dalam perlindunganNya. Dan bersykurlah kepada Allah bila kita akan
melaksanakan panen padi, dengan tidak melupakan bahwa dalam rezeki ( padi )
tersebut melekat hak orang lain yang wajib dikeluarkan.
Di tengah
keterpurukan bangsa ini, diharapkan petani mampu menjadi contoh dan keteladanan
dalam hal kerja keras, keuletan dan
kemandirian serta nilai-nilai islami agar bangsa ini segera keluar dari
kesulitan serta musibah yang terus
menerus menerpa kita. Petani diharapkan menjadi lokomotif kemajuan dan jati
diri bangsa yang bisa kita mulai dari pedesaan. Karena Allah tidak akan merubah
nasib bangsa ini, jika kita sendiri tidak mau merubahnya. Semoga gambar-gambar di
bawah ini akan menjadi inspirasi serta memotivasi para petani untuk mewujudkannya.
·
Meningkat terus
hasil panen padinya.
·
Meningkat cara
bertaninya.
·
Meningkat cara
pengolahan lahannya.
·
Meningkat
ekonominya.
VI. MENOREH SEJARAH.
Berdasarkan
pengalaman empiris di lapangan di berbagai tempat di Jawa Barat dan di
Yogyakarta dalam kurun waktu lebih 2 tahun, secara sosio-ekonomi baik petani
penggarap maupun petani pemilik sawah, metoda ”SRI” baru memberikan impak dan
memiliki daya pemikat untuk berkembang dan meluas diikuti oleh para petani tadi
jika diterapkan secara ”Corporate Farming”. Corporate Farming yang dimaksud
adalah pengelolaan sawah diambil alih langsung secara keseluruhan, petani
penggarap menjadi pekerja di lahan sawah ybs, mendapat upah sesuai dengan
pekerjaan yang dilaksanaka dan rate yang berlaku setempat, sedangkam pemilik
sawah mendapat sewa lahan sawah yang dipakai. Untuk mencapai nilai ekonomis di
satu hamparan atau lokasi minimum dicapai areal 5-10 Ha untuk jangka waktu
minimum 5 tahun dengan pembayaran sewa lahan ke pemilik dilakukan setiap awal
tahun penggarapan. Agar termonitor secara total hari per hari perkembangan budidaya ”SRI” yang benar dan
optimum, setiap lokasi ( 5-10 Ha ) ditempatkan seorang supervisor SRI yang
telah berpengalaman sekaligus sebagai pendamping para petani para petani di
lokasi tersebut. Jadi dengan ”Corporate Farming”, petani penggarap mempunyai
pendapatan yang rutin, demikian pula petani pemilik mendapat hasil sewa yang
pasti dan lahan sawahnya akan semangkin subur, sedangkan pengelola memperoleh
hasil dari penjualan beras organik yang setiap panen cenderung meningkat. Dari
pengalamn 2 tahun tersebut jika kondisi minimum ”SRI” terpenuhi,maka hasil
terendah pada awal penerapannya di suatu lokasi adalah sekitar 6ton gabah
kering panen per Ha per musim tanam( 6 ton GKP/Ha/MT ). Hasil ini akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya
unsur organik tanah dan hara tanah paling sedikit 1 ton GKP/Ha setiap musim
tranam berikutnya.
Tujuan budidaya padi organik ”SRI” bukan hanya mengutamakan
pada keuntungan dan peningkatan produksi padi saja tetapi memiliki misiyang
lebih luas lagi yaitu tercapainya keseimbangan lingkungan dan pemulihan lahan sawah serta budidaya padi
yang lebih akrab dan sesuai dengan alam
padi itu sendiri. Oleh sebab itu, para investor
”SRI” selain akan mendapatkan keuntungan juga memperoleh nilai-nilai di
atas.
Analisa Cost/Benefit disusun berdasarkan pengalaman praktis
selama lebih dari 2 tahun, disajikan pada tabel berikut ini untuk 5 Ha dengan 7
kali musim tanam.
Tabel Analisa Cost/Benefit bagi
investor untu luas lahan 5 Ha dari Musim Tanam I s/d ke VI
|
||||||||
M U
S I M
T A N
A M K
E
|
||||||||
Jenis Biaya
|
Unit-Harga
|
I = 30 Ton
|
II = 35 Ton
|
III = 40 Ton
|
IV = 45 Ton
|
V = 50 Ton
|
VI = 55 Ton
|
|
1
|
Benih 5Kg/Ha/MT
|
Rp. 40.000,-
|
Rp 200.000,-
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 200.000,-
|
2
|
Kompos 7ton/Ha/MT
|
Rp.2.800.000,-
|
Rp.14.000.000,-
|
Rp.14.000.000,-
|
Rp.14.000.000,-
|
Rp. 14.000.000,-
|
Rp. 14.000.000,-
|
Rp. 14.000.000,-
|
3
|
MOL 1200lt/Ha/MT
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
4
|
POL 200lt/Ha/MT
|
Rp. 200.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
Rp. 1.000.000,-
|
5
|
Traktor Tangan /Ha/MT
|
Rp.1.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
6
|
Biaya Penanaman /Ha/MT
|
Rp. 360.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
Rp. 1.800.000,-
|
7
|
Biaya Penyiangan /Ha/MT
|
Rp.1.200.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
8
|
Biaya Supervisi /Ha/MT
|
Rp 600.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
9
|
Biaya Inspeksi /Ha/MT
|
Rp. 600.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
10
|
Biaya
Pemanenan /Ton/Ha/MT
|
Rp. 600.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.600.000,-
|
Rp. 4.200.000,-
|
Rp. 4.800.000,-
|
Rp. 5.400.000,-
|
Rp. 6.000.000,-
|
11
|
Biaya Pengeringan /Ton/MT
|
Rp. 75.000,-
|
Rp. 2.250.000,-
|
Rp. 2.625.000,-
|
Rp. 3.000.000,-
|
Rp. 3.375.000,-
|
Rp. 3.750.000,-
|
Rp. 4.125.000,-
|
12
|
Biaya Penggilingan /Ton/MT
|
Rp 250.000,-
|
Rp. 7.500.000,-
|
Rp. 8.750.000,-
|
Rp. 10.000.000,-
|
Rp. 11.250.000,-
|
Rp. 12.500.000,-
|
Rp. 13.750.000,-
|
13
|
Biaya Karung /Karung/MT
|
Rp 2.500,-
|
Rp. 1.500.000,-
|
Rp. 1.750.000,-
|
Rp. 2.000.000,-
|
Rp. 2.250.000,-
|
Rp. 2.500.000,-
|
Rp. 2.750.000,-
|
14
|
Biaya
Angkut ke Penggilingan /5Ton/MT
|
Rp. 50.000,-
|
Rp. 250.000,-
|
Rp. 300.000,-
|
Rp. 350.000,-
|
Rp. 400.000,-
|
Rp. 450.000,-
|
Rp. 500.000,-
|
15
|
Sewa Lahan /Ha/MT
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 25.000.000,-
|
16
|
TOTAL BIAYA
|
Rp. 9.900.000,-
|
Rp. 74.500.000,-
|
Rp. 77.025.000,-
|
Rp. 79.550.000,-
|
Rp. 82.075.000,-
|
Rp. 84.600.000,-
|
Rp. 87.125.000,-
|
17
|
Hasil
Beras Organik /Ha/MT
|
3,36 Ton
|
16,8 Ton
|
19,6 Ton
|
22,4 Ton
|
25,2 Ton
|
28,0 Ton
|
30,8 Ton
|
18
|
Hasil Penjualan Beras
Organik
|
Rp.23.520.000,-
|
Rp.117.600.000,-
|
Rp.137.200.000,-
|
Rp.156.800.000,-
|
Rp.176.400.000,-
|
Rp.196.000.000,-
|
Rp.215.600.000,-
|
19
|
Proyeksi Keuntungan
|
Rp. 9.220.000,-
|
Rp. 43.100.000,-
|
Rp. 60.175.000,-
|
Rp. 77.250.000,-
|
Rp. 94.325.000,-
|
Rp.111.400.000,-
|
Rp.128.475.000,-
|
Sistem penyewaan sawah yang berlaku di masyarakat petani
pada umumnya satuannya adalah tahun, bukan musim. Untuk jangka waktu 5 tahun
pembayaran sewa dilakukan per awal setiap tahun penyewaan dan kesemuanya
dilakukan berdasarkan Surat Perjanjian Sewa-menyewa Lahan Sawah, ditandatangani
oleh Pemilik (kuasa pemilik) dan Pengelola (penyewa) disaksikan oleh aparatur
desa setempat (lurah) di atas materai.
Dari analisa Cost/Benefit memberikan gambaran bahwa
diperlukan modal kerja dari investor sebesar Rp 151.525.000,- diproyeksikan
keuntungan bersih total sebesar Rp 103.275.000,- dalam kurun waktu 1 tahun.
Untuk 5 Ha investor diproyeksikan akan memperoleh keuntungan selama 3 tahun
sbb:
Tahun I : investasi
Rp 151.525.000,- keuntungan Rp 51.637.500,- 34%
Tahun II : investasi Rp 161.625.000,- keuntungan Rp 85.787.500,- 53%
Tahun III: investasi Rp 171.725.000,- keuntungan Rp
119.937.500,- 70%
Sedangkan jika investor mulai dengan luas yang lebih besar
maka proyeksi keuntungan yang akan diperoleh pada tahun pertama sbb:
Luas 5 Ha : investasi Rp 151.525.000,- keuntungan Rp
51.637.500,-
Luas 10Ha :
investasi Rp 303.050.000,- keuntungan Rp 103.275.000,-
Luas 20Ha :
investasi Rp 606.100.000,- keuntungan Rp 206.450.000,-
Luas 30Ha :
investasi Rp 909.150.000,- keuntungan Rp 309.725.000,-
Selain keuntungan finansial seperti tergambar di atas,
agrobisnis padi organik ”SRI” meskipun masih berskala kecil ( 5 Ha ) akan memberikan
benefit non material kepada investor & pengelola sbb:
1.
Membuka cakrawala baru buat generasi muda bahwa berusaha
di sawah organik dapat menguntungkan.
2.
Ada suatu rasa kepuasan dapat berperan mempelopori
langsung sebagai anak bangsa memajukan para petani yang selama ini berada di
dasar piramida kemiskinan.
3.
Turut serta secara aktip memulihkan kesuburan lahan sawah
yang pada saat ini umumnya sudah sangat lelah oleh deraan penerapan persawahan
kimia yang tidak terkendali.
4.
Memberikan contoh harkat kebebasan petani yang hakiki
dari berbagai pihak luar non agraris yang selama ini justru dominan mengatur
dan menentukan nasib para petani.
5.
Mempelopori langsung membuka peluang menjadikan negeri
ini menjadi pengeksport beras organik di dunia.
Pertanyaan yang selalu menggelitik bagi para investor
adalah ; Kalau memang metoda ”SRI” ini begitu menjanjikan, mengapa sampai saat
ini para petani belum banyak menerapkannya ?. Mengapa pula instansi yang
bertanggung jawab seperti Dept.Pertanian tidak mengarah ke sana ?. Jawabannya
bisa sangat panjang dan penuh berisi berbagai argumentasi kepentingan &
kebijakan yang kelihatannya belum mau dikoreksi. Namun satu hal yang paling
mendasar dan pasti yaitu secara struktural dan sistematis kondisi
sosial-ekonomis masyarakat petani di pedesaan saat ini sangat sulit dan memprihatinkan
sehingga tanpa ditopang dan dimulai oleh tangan-tangan kepeloporan hampir tidak
mungkin mereka dapat bangkit dan berubah apalagi berinovasi untuk peningkatan
produksi padi. Untuk bertahan hidup saja para petani sudah sangat sulit
saat ini.
Jelas sudah negeri ini baru dapat mulai bicara martabat
jika pangan pokok (beras) rakyatnya tersedia cukup dan berlimpah. Peningkatan
produksi padi telah terbukti beberapa dekade ini fagal dicapai dengan
mengutak-atik bibit, takaran pupuk kimia
bahkan hibridisasi tanaman padi. Justru yang terjadi sampai hari ini adalah
penurunan produksi padi karena penyusutan lahan persawahan, merosotnya
proktivitas sawah, makin rentannya tanaman padi terhadap hama & penyakit,
makin kritisnya ketersediaan air irigasi yang kontinyu dan tidak memiliki akses
pasar. Keadaan menjadi sangat mengkhawatirkan ketahanan pangan terutama
ketersediaan beras negeri ini ketika negara-negara penyuplai beras dunia
seperti Thailand, Vietnam, China dll memberikan sinyal kuning akan adanya
pembatasan suplai dari mereka ditahun-tahun mendatang karena mengantisipasi
gejala perubahan iklim global dan pengamanan stok beras nasional mereka
masing-masing.
Kinilah waktunya untuk berbuat sesuatu perubahan untuk peningkatan
produksi padi yang lebih tinggi, lebih baik mutunya, lebih sehat dan
berkesinambungan. Perubahan membutuhkan dan menuntut kepeloporan. Apakah kita
mau menoreh sejarah bahwa negeri ini
adalah bangsa yang besar ?. Atau kita biarkan budaya instan membenamkan negeri
yang penuh karunia Sang Maha Pencipta ini tetap terus berputar mengarah ke
bawah dalam spiral kehinaan. Dimana panggilan hidup kita ?. Itu pilihan !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar